
CILEGON,– Nuryasin (58) warga Bukit Pelamunan Permai Kota Cilegon, harus menjalani cuci darah sejak tahun 2020 silam.
Meski sebagai guru fungsional aktifitasnya mulai terbatas, Nuryasin mengaku cuci darah tidak menyurutkan tekadnya untuk terus mencerdaskan anak bangsa.
Apalagi biaya pelayanan dirinya ditanggung sepenuhnya oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Sambil sesekali menatap mesin hemodialisa yang beroperasi menyaring darah, Nuryasin menceritakan pengalamannya saat awal di diagnosa harus cuci darah beberapa waktu lalu.
Menurutnya saat itu, dirinya terdampak Covid – 19 varian delta pada awal tahun 2020, lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan di salah satu Rumah Sakit (RS) Swasta Kota Cilegon dirinya harus menjalani isolasi di rumah sakit selama dua minggu.
Nahas hasil isolasi ternyata harus berlanjut dengan rekomendasi untuk layanan cuci darah.
“Awalnya saya merasa mual dan tidak bisa makan sama sekali disertai pusing. Lanjut dibawa istri ke rumah sakit dekat rumah, ternyata hasil tes lab saya harus islolasi di rs selama dua minggu. Saat pemulihan dapat info lagi kalau harus menjalani cuci darah, jujur kaget sekaligus sedih saat itu,” ujar Nuryasin dengan mata berkaca-kaca.
Setelah menerima hasil rekomendasi untuk cuci darah, Nuryasin dan keluarga sempat mencoba konsultasi dokter di rumah sakit lain, namun hasilnya tetap menunjukan bahwa dirinya harus menjalani cuci darah.
Sebelumnya, Nuryasin juga menderita hipertensi dan gangguan jantung yang membuatnya harus rutin kontrol ke rumah sakit setiap bulannya.
Berlanjut untuk observasi kondisi tubuhnya, Nuryasin mengaku takut saat memikirkan pembiayaan, apalagi dirinya mengetahui bahwasannya untuk pembiayaan sekali cuci darah mencapai Rp. 1,5 juta untuk satu kali tindakan.
Dengan penghasilan yang pas-pasan dirinya mengaku saat itu mengalami kondisi yang down dan tidak stabil ditambah kondisi komplikasi kontrol penyakit sebelumnya yang masih berjalan.
“Sempat sama istri coba second opinion dari dokter, namun ternyata hasilnya memang harus menjalani cuci darah. Wah, benar-benar down kondisi saat itu kita, langsung mikirin biaya karena panik terus masih belum dapet info apa-apa saja yang harus dilengkapi. Ya masih terbayang situasi saat itu paniknya seperti apa,” jelas Nuryasin.
Namun ketakutan Nuryasin dan keluarga seketika sirna, karena saat mengurus administrasi dirinya dan keluarga diarahkan untuk menggunakan kepesertaan JKN.
Terdaftar sebagai peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dengan hak rawat kelas satu sejak tahun 2014, Nuryasin mengaku senang karena sudah merasakan banyak manfaat dari program asuransi sosial tersebut.
“Alhamdulillah di arahin sama petugas buat pakai BPJS Kesehatan saja berobatnya, jadi lengkap cuci darah pakai BPJS, berobat jantung pakai BPJS bahkan terakhir sampai berobat mata saya juga pakai Program JKN dari BPJS Kesehatan. Dan saya sudah menggunakan sejak tahun 2014 perubahan dari Askes,” terang Nuryasin.
Menurut Nuryasin sudah tidak terhitung berapa manfaat yang sudah ia peroleh dari Program JKN, karena kalau dijadikan rupiah maka sudah ratusan juta biaya yang harus dirinya keluarkan untuk berobat, kontrol dan obat-obatan.
Menurutnya obat jantung saja perbutir bisa sampai ratusan ribu dan itu harus dikonsumsi terus menerus setiap bulan dan akan ditambah lagi setelah kontrol berikutnya.
“Tidak terbayang berapa ratus juta yang harus saya keluarkan untuk biaya pengobatan saya selama ini, sekarang pun masih rutin juga berobat ke poli dalam untuk dapat obat jantung. Jadi iuran yang di potong dari gaji saya sangat tidak sebanding dengan manfaat yang sudah saya rasakan saat ini,” ucap Nuryasin dengan lugas.
Pada akhir pembicaraan, dirinya berharap program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan harus tetap ada dan berlanjut terus menerus.
Jaminan kesehatan sangatlah berarti, maka harus bangun kesadaran sejak dini jangan menunggu sakit baru mencari jaminan kesehatan. Karena datangnya sakit tidak ada yang tahu, lebih baik mencegah sejak dini.